Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts

Wednesday, February 10, 2010

Rumah

Rumah
Tempat melepas rindu
Menghapus lelah
Tertidur lelap
Terbangun dengan senyuman di wajah
Tempat bebincang tanpa jengah
Tempat untuk pulang tanpa pernah merasa bosan

Rumah.
Bila hari ini aku merasa tak memerlukannya,
Haruskah aku berpikir bahwa ada yang tak sempurna?
Biarlah orang-orang yang merindu segera kembali dari perantauannya
Kembali ke rumah masa kecilnya atau membangun rumah barunya
Namun izinkan aku bertahan di sini sedikit lebih lama,
Melihat musim berganti dan diriku jadi lebih bermakna
Sesungguhnya, aku lebih bahagia dari yang kalian kira

Jangan tutup pintunya karena aku masih akan pulang,
dan aku tak ingin mengetuk saat datang
Jangan tutup tirai-tirai jendelanya
Karena aku mungkin akan melintas, mengintip ke dalam bersama matahari
Jangan kunci gerbangnya karena aku tak mau kalian terpenjara
Sehingga kita makin berbeda dunia

Rumah.
Meski aku jauh,
tak berarti aku tak mencintainya...

AW, January 7, 2010

Bumiku

Aku ingin terbang melintasi awanmu
Menapaki semua tanahmu
Menyentuh hijau alammu
Selalu

Aku ingin menatapmu tanpa cela
Mengagumimu dengan seluruh indera
Tanpa harus merasa
bahwa aku akan menghilang perlahan bersama waktu

Bila detak detik yang telah Gusti hibahkan untuk bersamamu sirna
Aku pasti akan sedih luar biasa
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di jelingkingku
Tatap mataku,
Maukah kau berjanji untuk selalu jadi bumiku?

Akankan kau ijinkan aku berpijak
Ijinkan aku duduk
Ijinkan aku terlelap
Ijinkan aku tertawa
Ijinkan aku berlarian seperti gadis kecil di masa laluku?

Kulihat tapak-tapak kakiku di gundukan salju
Besok mereka tak akan lagi ada di situ
Dan saat musim semi tiba
Aku terlalu takut bila Bumiku tak akan lagi mengingatku

Bumiku tetaplah ranah yang sama
Angin, matahari, panas dan hujanlah yang membuatnya berbeda
Memahat kisi-kisi bukit
Membangun lajur-lajur sungai
Dan nasib yang dititipkan Yang Kuasa, membuatnya punya cerita

Bumiku, meski demikian,
Aku juga talah belajar bahwa ingatan dan rasa akan luruh
Seperti putih butiran gula tebu berpadu coklat warna teh
Sehingga
Bukan bentuk dan warna yang tertangkap saat menatap hari yang silam
Namun rasa: manis yang bercampur dengan wangi dan getir
Cair, mengalir, menguap atau menghilang
Tak ada yang sama hari ini atau esok lusa

Aku tahu Bumiku,
Sepertinya saat ini aku masih harus jadi pengembara
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di kelingkingku
Aku berjanji akan selalu mengingatmu dengan senyum
Meski aku mungkin tak akan lagi ada saat kau terjaga

AW, 7 Januari 2010

Hari-Hari Perempuan

Kelembutan
terajarkan, seharusnya sempurna
seorang perempuan bertutur
berjalan tertunduk
mendahulukan lelaki
meski surga kelak ada di telapak kakinya
bagi anak-anak yang terlahirkan
setelah ia bersama dengan seorang lelaki

Berjalan dalam ingatan
lelaki yang tak baik
adalah lelaki yang tak cukup dibahagiakan
karena perempuan yang tak cukup baik

Dan bila dia cukup cerdas buat menyanggah
maka tak selayaknya dia berkata tentang yang dirasa
karena perempuan adalah kelembutan
dan kelembutan bermakna tanpa perselisihan

Saat dia bersinar
yang menatapnya berkata
"demi kebaikan kami,
kalian tak selayaknya membuka diri"
"kalian tak selayaknya keluar malam-malam"

Bolehkan perempuan menjawab
"demi kebaikan kami, jaga pikiran kalian"?
atau,
"nafkahi kami selayaknya, maka kami tak harus bekerja sampai malam"?

Ah, perempuan,
sungguh sulit membuat mereka yang perempuan
maupun yang tak perempuan mendengarkan

Sungguh sulit,
saat masing-masing kaki berdiri di rumah dan di jalan

Ribuan perempuan berdiam di rumah yang sama
tak pergi karena mencinta
bertahan karena anak-anaknya
meski tersayat kulit dan hatinya

Masih diam dalam gelap,
dalam kuasa-kuasa yang seharusnya menyinari jalan
tak banyak perempuan
yang telah berdiri dalam terang

(Satire. Tertulis di hari Kartini di Paris yang berlalu tanpa kebaya, dan setelah berkunjung ke blog seorang mantan putri Indonesia yang meributkan putri Indonesia lainnya. Menyedihkan. Dalam kuasa yang dimilikinya, dia tak pernah benar-benar bicara untuk putri-putri Indonesia sesungguhnya, yang tinggal di panggung kehidupan)
AW, Friday, April 21, 2006

Aki No Hi

Merah
Daun-daun luruh bersiap untuk mati
Merambahi bumi bertebaran seiring angin

Saat matahari menyepi
Tak ada yang mau hinggap di sini,
Semua beranjak pergi

Dan bila kematian terlihat indah
Itulah paradoks kehidupan
Menanti tak bermakna tanpa menjalani
Sesungguhnya ada saat kutak mampu berpindah
meski aku benci hari ini

Cokelat
Dan daun-daun membusuk di atas bumi
Hutan jadi sepi
Saatnya dahan berderak tenang menantang langit
Sendirian, tanpa daun atau burung yang biasa menemani

Tak ada nafas kehidupan hari ini
Dan angin menderu-deru,
Bertanya pada bumi apa di akan mampu
Hidup kembali setelah musim ini
ada saat kita tersakiti
tanpa mampu beranjak pergi

Aki no hi
Repetisi.

*Aki no Hi = hari musim gugur
AW, September 2007

Dan Dia Menatapku

Hatiku beku
gelincir licin tanah yang mengeras di Roche sur Foron
atau Paris pada suatu pagi

Aku rindu butiran salju saat pagi di jendelaku
Putih yang bersih, indah dan damai
Dan dia menatapku
Tangannya seperti akan merengkuhku

Hatiku beku
Seperti jemari yang kaku
saat jejak tertera di Carroussel du Louvre
Di hari yang mendung dan Eiffel tampak kelabu

Dan dia berjalan mendekatiku
Matanya seperti akan memelukku

Hatiku beku
Seperti angsa-angsa yang enggan terbang
Atau pohon yang tertidur tanpa daun di dahan
Menggigil tanpa selimut, berterpa angin


Aku kehilangan cara
Menatapnya kembali dengan cinta
Memaafkannya
Tanpa hendak tergelincir atau kembali tertikam

Aku kehilangan nyawa
Mimpiku berada di dekatnya telah paripurna

Aku kehilangan jiwa
Menangispun hanya tersisa keluhan lirih
Dia kembali, mendekat padaku

Terlambat.
Jiwaku telah tiada

AW, September 27, 2007

Selamat Pagi, Kekasihku!

Memahami hari
tubuhku mengisut

Mulai tak tampak meski aku berdiri di ujung jalan
Dia yang kukenal melintas tak lagi membagi sapa
Aku tak terlihat meski pagi masih benderang
Dan saat malam senyap bahkan teriakanku tak lagi terdengar

Bagaimana aku bisa berharap mereka menyapaku ‘selamat pagi’
Bila meski aku tampak ganjil pun
Tak ada yang bertanya kepadaku
"mengapa kamu berdiri di situ ?"

Merutuki hari
Mungkin tubuhku tak indah lagi
Atau nasib baik telah menepi
Lelah singgah di hati rapuh
Atau jiwa yang membusuk dengan sakit hati

Kupikir aku telah lupa bagaimana seharusnya aku tersenyum
Dan benarlah adanya, tubuhku mengisut
Dalam balutan massa jiwa yang mengerdil
Aku terpaku di sini

Memaki hari,
Mengapa mimpi-mimpi tak juga terpenuhi
Padahal aku cuma kangen kecupan ringan di pipi
tepukan hangat di bahu
dan ucapan
"selamat pagi kekasihku!"

(rasanya aku makin menua...)
AW, Wednesday, September 27, 2006

Priaku

Priaku
Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata

Dulu,
Sapa untukku lebih dari itu

Mentertawakan hari
Membalas pandang
Sesekali beradu kata

Dulu,
Kata-kata untukku lebih dari itu

Aku masih mengenang matanya yang penuh cinta
Tatapannya yang teduh
Dan rautnya yang menenangkan

Dulu,
Wajah teduh itu menatapku dengan penuh cinta

Aku mendengar kata-katanya
kupejamkan mata
Alunan yang sama, hanya hari ini tanpa cinta

Dulu,
Suara itu membuatku tersenyum bahagia

Bila boleh aku berhitung
Aku ingin menghitung hari-hari yang mungkin kulewatkan bersamanya

Bila boleh aku memohon
Aku akan memohonkan saat-saat sederhana bersamanya

Bila boleh aku mengucapkan harap
Aku berharap waktu membeku saat dia di hadapan

Bila ada keajaiban
Aku ingin cinta kembali hidup di genggaman

Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata

Dia di hadapan
Priaku tak lagi priaku
Dia menggenggam tanganku
Priaku tak lagi priaku
Bahkan waktu tak kunjung membeku

Priaku dulu, kini sahabatku*

*Ketukan jantungku masih seperti saat itu. Tahukah kamu?
AW, April 24, 2007

Serupa Nir-warna

Sewarna kelabu
menemukan diri terkadang begitu melelahkan
Hari ini aku ingin bersandar
menjadi rapuh dan merepih
atau menangis saja perlahan-lahan

Sewarna ungu
aku tak ingin bangun dan merasa kecewa
melihat hari-hari yang kabur atau mencela
sekedar merasa terkurung, merana atau tiada
Hari ini aku ingin berbaring,
terus pejamkan mata atau memalingkan muka

Sewarna merah
aku ingin mengungkapkan marah
meliar atau membabi buta
mengucapkan segala yang terdesak, mendesak atau didesakkan
Hari ini aku ingin berteriak
terus berteriak sampai dadaku terasa lega

Sewarna kuning
aku ingin membara
menghidupkan hati yang hampir punah
hari ini aku ingin terbangun
membuka mata dalam rasa bahagia

Sewarna putih
aku ingin melapangkan dada
membakar habis gelisah dan kerinduan
menyingkirkan jauh-jauh perasaan lama
melupakan cinta, melupakan keinginan, melupakan perjuangan
atau melupakan hidup

dan putih, biarkan putih saja yang meraja
biar saat ini aku tak lagi bicara tentang hari, tenggat dan makna
biar saat ini aku tak mengenal keharusan, kewajiban atau harapan-harapan
biar saat ini aku hidup untuk aku
biar saat ini malam atau siang menjadi milikku
biar tak ada lagi tanya, sesal atau pujian

Biar aku menjadi aku
Putih saja, nir-warna
tanpa warna, mungkin hidupku lebih damai dari sebelumnya...

AW, April 24, 2007

Selamat Pagi, Tuhan

Selamat pagi, Tuhan,
Aku merindukan kata-kata cinta,
keberadaan, dan kasih yang terejawantahkan
Bukan kata-kata yang terucap lewat telepon malam-malam
Atau pesan-pesan yang menjemukan,
ajakan kencan atau tatapan sayang

Aku merindukan yang bisa selalu ada
Saat aku butuh atau tak butuh
Saat aku terisak atau terdiam
Saat aku tertawa dan berbagi matahari yang cerah

Selamat pagi Tuhan,
Tampaknya aku benar-benar kesepian

Hari berlalu, Kau tak tampak namun selalu ada saat kurindukan
Mengisi hati saat kesepian
Saat mereka yang pernah mencintaiku melangkah, menjauh perlahan-lahan

Dan aku berdiri dalam senyap
Di situlah kutemukan keberadaan-Mu
Keabadian-Mu
Kesetiaan-Mu
Menemani malam-malam kelam

Seandainya aku bisa memelukmu Tuhan,
dengan tubuhku Kau akan kupeluk erat-erat
Kurebahkan kepala, kudamaikan hati,
kuhentikan Tanya yang tak pernah terjawab
Mengapa mereka yang berkata mencintaiku tak bernah datang saat aku sangat, sangat, sangat kesepian…

AW, November 29, 2007

Indigo

Seandainya yang tersirat adalah apa yang akan dialami
dan kebijakan telah mencukupkan dirinya untuk menerima
terbukalah jiwa menghadapi segala

Saat aura biru memancar, berpendar di ruang-ruang hampa
bila nasib telah terkatakan dalam akal yang terbuka
bila bicara pun sanggup dilakukan sambil mengatupkan mata

Semesta telah jelas terlihat
tanpa harus bergerak dengan raga

Indigo,
saat keajaiban Maha Kuasa teranugerahkan,
hiduplah demi segala kebajikan!

AW, September 30, 2005

Adhining Kanugrahan

Adhining Kanugrahan
Mencintaimu
adalah saat perasaan tulus tertemukan
gambar-gambar kita tersenyum di pelabuhan-pelabuhan
kini membuatku diam dan termenung

Kau tak lagi sedekat itu,
meski angan-angan bersamamu terus berjalan
mengikut, merunut
saat-saat ketiadaan jadi ada
bersama matahari yang terbit dan terbenam

Seperti hari yang berputar
yang ada pun kembali dalam tiada
tapi aku bahagia melihat kelebat kilasmu
dalam gemerlap

Dan matahari seperti menuntunmu ke langit
kini, kulihatmu di awan-awan
begitu putih, damai dan tak terengkuh
keindahan di atasku,
terlihat cuma saat aku tengadah

Hidupmu tak lagi setara di raihanku
bahkan sesederhana mengajakmu berlarian di rerumputan
tak lagi semudah saat kita bercinta di taman-taman kota
saat malam-malam musim gugur membekukan kita

Aku mencintaimu,
kuupayakan dengan cara yang berbeda
agar mimpi yang pernah nyata
tak membuatku merasa kehilangan saat kini aku terjaga

Biarlah api jadi api,
dan bara tetap hangat
tanpa harus menerangi

AW - Tuesday, September 27, 2005

Azzura

Tak pernah kaupengaruhi bumi
untuk sewarna denganmu
mawar putih tetap putih
meski kau merajai langit

memandangimu adalah imaji keleluasaan
damai yang menghembuskan awan putih melayang-layang
menaungi burung-burung yang melintas
untuk kehidupan

kau tak seangkuh wajah matahari
yang merubah wajah bumi
sekehendaknya, saat merah merekah
atau lembayung saat dia lelah

kau bertahan dalam keagungan
tanpa memaksakan

Azzura : kebebasan dalam damai!

AW - May 02, 2004

Sabar

Sabar.
waktu aku masih kecil,
ayahku selalu mengingatkan :
"sabar itu pikir"

Tulisan itu ditempel di meja belajarku
dan tiap malam saat aku pusing
atau ingin menyerah
tulisan itu terbaca tepat di depanku

Ya,
saat aku dimaki,
aku berusaha diam dan berpikir
dan orang-orang berpikir bahwa aku sabar

Ya,
saat aku ditinggalkan,
aku berusaha diam dan berpikir,
lalu menangis diam-diam
dan orang-orang berpikir aku sungguh sabar

Namun aku berpikir
sabar itu berat
dan rasa berat itu membuatku bisu
tak berucap meski manusia normal lain akan memaki
atau meratap keras-keras

Tapi aku merasa
sabar itu sungguh menyiksa
karena sesungguhnya amygdala tercipta
bukan hanya buat menerima perintah cortex
tapi juga menjalani fitrahnya

Ah,
sabar itu pikir
bahkan untuk bicara tentang ketidak-sabaran
aku harus menulis sepanjang ini...

AW-October 03, 2005

Mengapa Wanita

Mengapa wanita dianugerahi tangan yang lembut,
sepasang buah dada,
sebuah rahim,
mulut yang kadang bicara lebih banyak dari laki-laki,
Mengapa wanita punya perasaan yang peka?

Wanita adalah cinta pertama semua manusia
dengan tangannya yang lembut,
dia memberikan kekuatan
mengalirkan bahasa cinta,
membelai, memeluk, menghangatkan
dengan tangannya yang lembut dia berkata pada bayi yang ada di buaian;
"Ibu mencintaimu, ibu akan selalu menjagamu"

Wanita adalah keindahan
seiring jantung yang berdetak-detak,
dari buah dada itu mengalir kehidupan
kesadaran akan keindahan rasa saat kulit yang hangat berdekapan,
bayi di pelukannya tumbuh dalam kehangatan

Wanita adalah ladang
menahan rasa sakit setiap bulan untuk belajar
benih-benih kehidupan ditanam, lalu tumbuh dalam rahim yang mungil
mendepakkan kaki-kakinya di dinding, atau berputar-putar,

kemudian dalam kompilasi seluruh sakit yang telah dipelajarinya,
wanita mengirim benih yang telah tumbuh itu
untuk hidup dan melihat bumi

Wanita adalah guru pertama semua manusia
kata-kata dan perbuatan terangkum dalam jiwa benih yang tumbuh di rahimnya
mulutnya adalah guru,
sekaligus pagar pelindung yang menjerit
menghentikan langkah-langkah kaki mungil yang berlari mendekat bahaya

Saat menumbuhkan manusia,
kata-katanya membangun pikir,
memberi makna tentang baik-buruk,
mengantarkannya dalam mimpi indah bersama dongeng yang dibaca sebelum terlelap

Wanita tahu saat bahaya mendekat
Wanita tahu saat belahan jiwanya menangis
Jiwa yang peka membuatnya tahu apa yang harus dilakukan
buat bertahan hidup dan memberi kehidupan...

Puisi lama yang tertemukan
ditulis di Champs sur Marne, France, 27 Februari 2006