Rumah
Tempat melepas rindu
Menghapus lelah
Tertidur lelap
Terbangun dengan senyuman di wajah
Tempat bebincang tanpa jengah
Tempat untuk pulang tanpa pernah merasa bosan
Rumah.
Bila hari ini aku merasa tak memerlukannya,
Haruskah aku berpikir bahwa ada yang tak sempurna?
Biarlah orang-orang yang merindu segera kembali dari perantauannya
Kembali ke rumah masa kecilnya atau membangun rumah barunya
Namun izinkan aku bertahan di sini sedikit lebih lama,
Melihat musim berganti dan diriku jadi lebih bermakna
Sesungguhnya, aku lebih bahagia dari yang kalian kira
Jangan tutup pintunya karena aku masih akan pulang,
dan aku tak ingin mengetuk saat datang
Jangan tutup tirai-tirai jendelanya
Karena aku mungkin akan melintas, mengintip ke dalam bersama matahari
Jangan kunci gerbangnya karena aku tak mau kalian terpenjara
Sehingga kita makin berbeda dunia
Rumah.
Meski aku jauh,
tak berarti aku tak mencintainya...
AW, January 7, 2010
Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Bahasa Indonesia. Show all posts
Wednesday, February 10, 2010
Bumiku
Aku ingin terbang melintasi awanmu
Menapaki semua tanahmu
Menyentuh hijau alammu
Selalu
Aku ingin menatapmu tanpa cela
Mengagumimu dengan seluruh indera
Tanpa harus merasa
bahwa aku akan menghilang perlahan bersama waktu
Bila detak detik yang telah Gusti hibahkan untuk bersamamu sirna
Aku pasti akan sedih luar biasa
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di jelingkingku
Tatap mataku,
Maukah kau berjanji untuk selalu jadi bumiku?
Akankan kau ijinkan aku berpijak
Ijinkan aku duduk
Ijinkan aku terlelap
Ijinkan aku tertawa
Ijinkan aku berlarian seperti gadis kecil di masa laluku?
Kulihat tapak-tapak kakiku di gundukan salju
Besok mereka tak akan lagi ada di situ
Dan saat musim semi tiba
Aku terlalu takut bila Bumiku tak akan lagi mengingatku
Bumiku tetaplah ranah yang sama
Angin, matahari, panas dan hujanlah yang membuatnya berbeda
Memahat kisi-kisi bukit
Membangun lajur-lajur sungai
Dan nasib yang dititipkan Yang Kuasa, membuatnya punya cerita
Bumiku, meski demikian,
Aku juga talah belajar bahwa ingatan dan rasa akan luruh
Seperti putih butiran gula tebu berpadu coklat warna teh
Sehingga
Bukan bentuk dan warna yang tertangkap saat menatap hari yang silam
Namun rasa: manis yang bercampur dengan wangi dan getir
Cair, mengalir, menguap atau menghilang
Tak ada yang sama hari ini atau esok lusa
Aku tahu Bumiku,
Sepertinya saat ini aku masih harus jadi pengembara
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di kelingkingku
Aku berjanji akan selalu mengingatmu dengan senyum
Meski aku mungkin tak akan lagi ada saat kau terjaga
AW, 7 Januari 2010
Menapaki semua tanahmu
Menyentuh hijau alammu
Selalu
Aku ingin menatapmu tanpa cela
Mengagumimu dengan seluruh indera
Tanpa harus merasa
bahwa aku akan menghilang perlahan bersama waktu
Bila detak detik yang telah Gusti hibahkan untuk bersamamu sirna
Aku pasti akan sedih luar biasa
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di jelingkingku
Tatap mataku,
Maukah kau berjanji untuk selalu jadi bumiku?
Akankan kau ijinkan aku berpijak
Ijinkan aku duduk
Ijinkan aku terlelap
Ijinkan aku tertawa
Ijinkan aku berlarian seperti gadis kecil di masa laluku?
Kulihat tapak-tapak kakiku di gundukan salju
Besok mereka tak akan lagi ada di situ
Dan saat musim semi tiba
Aku terlalu takut bila Bumiku tak akan lagi mengingatku
Bumiku tetaplah ranah yang sama
Angin, matahari, panas dan hujanlah yang membuatnya berbeda
Memahat kisi-kisi bukit
Membangun lajur-lajur sungai
Dan nasib yang dititipkan Yang Kuasa, membuatnya punya cerita
Bumiku, meski demikian,
Aku juga talah belajar bahwa ingatan dan rasa akan luruh
Seperti putih butiran gula tebu berpadu coklat warna teh
Sehingga
Bukan bentuk dan warna yang tertangkap saat menatap hari yang silam
Namun rasa: manis yang bercampur dengan wangi dan getir
Cair, mengalir, menguap atau menghilang
Tak ada yang sama hari ini atau esok lusa
Aku tahu Bumiku,
Sepertinya saat ini aku masih harus jadi pengembara
Jadi, hari ini,
Kaitkan kelingkingmu di kelingkingku
Aku berjanji akan selalu mengingatmu dengan senyum
Meski aku mungkin tak akan lagi ada saat kau terjaga
AW, 7 Januari 2010
Hari-Hari Perempuan
Kelembutan
terajarkan, seharusnya sempurna
seorang perempuan bertutur
berjalan tertunduk
mendahulukan lelaki
meski surga kelak ada di telapak kakinya
bagi anak-anak yang terlahirkan
setelah ia bersama dengan seorang lelaki
Berjalan dalam ingatan
lelaki yang tak baik
adalah lelaki yang tak cukup dibahagiakan
karena perempuan yang tak cukup baik
Dan bila dia cukup cerdas buat menyanggah
maka tak selayaknya dia berkata tentang yang dirasa
karena perempuan adalah kelembutan
dan kelembutan bermakna tanpa perselisihan
Saat dia bersinar
yang menatapnya berkata
"demi kebaikan kami,
kalian tak selayaknya membuka diri"
"kalian tak selayaknya keluar malam-malam"
Bolehkan perempuan menjawab
"demi kebaikan kami, jaga pikiran kalian"?
atau,
"nafkahi kami selayaknya, maka kami tak harus bekerja sampai malam"?
Ah, perempuan,
sungguh sulit membuat mereka yang perempuan
maupun yang tak perempuan mendengarkan
Sungguh sulit,
saat masing-masing kaki berdiri di rumah dan di jalan
Ribuan perempuan berdiam di rumah yang sama
tak pergi karena mencinta
bertahan karena anak-anaknya
meski tersayat kulit dan hatinya
Masih diam dalam gelap,
dalam kuasa-kuasa yang seharusnya menyinari jalan
tak banyak perempuan
yang telah berdiri dalam terang
(Satire. Tertulis di hari Kartini di Paris yang berlalu tanpa kebaya, dan setelah berkunjung ke blog seorang mantan putri Indonesia yang meributkan putri Indonesia lainnya. Menyedihkan. Dalam kuasa yang dimilikinya, dia tak pernah benar-benar bicara untuk putri-putri Indonesia sesungguhnya, yang tinggal di panggung kehidupan)
AW, Friday, April 21, 2006
terajarkan, seharusnya sempurna
seorang perempuan bertutur
berjalan tertunduk
mendahulukan lelaki
meski surga kelak ada di telapak kakinya
bagi anak-anak yang terlahirkan
setelah ia bersama dengan seorang lelaki
Berjalan dalam ingatan
lelaki yang tak baik
adalah lelaki yang tak cukup dibahagiakan
karena perempuan yang tak cukup baik
Dan bila dia cukup cerdas buat menyanggah
maka tak selayaknya dia berkata tentang yang dirasa
karena perempuan adalah kelembutan
dan kelembutan bermakna tanpa perselisihan
Saat dia bersinar
yang menatapnya berkata
"demi kebaikan kami,
kalian tak selayaknya membuka diri"
"kalian tak selayaknya keluar malam-malam"
Bolehkan perempuan menjawab
"demi kebaikan kami, jaga pikiran kalian"?
atau,
"nafkahi kami selayaknya, maka kami tak harus bekerja sampai malam"?
Ah, perempuan,
sungguh sulit membuat mereka yang perempuan
maupun yang tak perempuan mendengarkan
Sungguh sulit,
saat masing-masing kaki berdiri di rumah dan di jalan
Ribuan perempuan berdiam di rumah yang sama
tak pergi karena mencinta
bertahan karena anak-anaknya
meski tersayat kulit dan hatinya
Masih diam dalam gelap,
dalam kuasa-kuasa yang seharusnya menyinari jalan
tak banyak perempuan
yang telah berdiri dalam terang
(Satire. Tertulis di hari Kartini di Paris yang berlalu tanpa kebaya, dan setelah berkunjung ke blog seorang mantan putri Indonesia yang meributkan putri Indonesia lainnya. Menyedihkan. Dalam kuasa yang dimilikinya, dia tak pernah benar-benar bicara untuk putri-putri Indonesia sesungguhnya, yang tinggal di panggung kehidupan)
AW, Friday, April 21, 2006
Aki No Hi
Merah
Daun-daun luruh bersiap untuk mati
Merambahi bumi bertebaran seiring angin
Saat matahari menyepi
Tak ada yang mau hinggap di sini,
Semua beranjak pergi
Dan bila kematian terlihat indah
Itulah paradoks kehidupan
Menanti tak bermakna tanpa menjalani
Sesungguhnya ada saat kutak mampu berpindah
meski aku benci hari ini
Cokelat
Dan daun-daun membusuk di atas bumi
Hutan jadi sepi
Saatnya dahan berderak tenang menantang langit
Sendirian, tanpa daun atau burung yang biasa menemani
Tak ada nafas kehidupan hari ini
Dan angin menderu-deru,
Bertanya pada bumi apa di akan mampu
Hidup kembali setelah musim ini
ada saat kita tersakiti
tanpa mampu beranjak pergi
Aki no hi
Repetisi.
*Aki no Hi = hari musim gugur
AW, September 2007
Daun-daun luruh bersiap untuk mati
Merambahi bumi bertebaran seiring angin
Saat matahari menyepi
Tak ada yang mau hinggap di sini,
Semua beranjak pergi
Dan bila kematian terlihat indah
Itulah paradoks kehidupan
Menanti tak bermakna tanpa menjalani
Sesungguhnya ada saat kutak mampu berpindah
meski aku benci hari ini
Cokelat
Dan daun-daun membusuk di atas bumi
Hutan jadi sepi
Saatnya dahan berderak tenang menantang langit
Sendirian, tanpa daun atau burung yang biasa menemani
Tak ada nafas kehidupan hari ini
Dan angin menderu-deru,
Bertanya pada bumi apa di akan mampu
Hidup kembali setelah musim ini
ada saat kita tersakiti
tanpa mampu beranjak pergi
Aki no hi
Repetisi.
*Aki no Hi = hari musim gugur
AW, September 2007
Dan Dia Menatapku
Hatiku beku
gelincir licin tanah yang mengeras di Roche sur Foron
atau Paris pada suatu pagi
Aku rindu butiran salju saat pagi di jendelaku
Putih yang bersih, indah dan damai
Dan dia menatapku
Tangannya seperti akan merengkuhku
Hatiku beku
Seperti jemari yang kaku
saat jejak tertera di Carroussel du Louvre
Di hari yang mendung dan Eiffel tampak kelabu
Dan dia berjalan mendekatiku
Matanya seperti akan memelukku
Hatiku beku
Seperti angsa-angsa yang enggan terbang
Atau pohon yang tertidur tanpa daun di dahan
Menggigil tanpa selimut, berterpa angin
Aku kehilangan cara
Menatapnya kembali dengan cinta
Memaafkannya
Tanpa hendak tergelincir atau kembali tertikam
Aku kehilangan nyawa
Mimpiku berada di dekatnya telah paripurna
Aku kehilangan jiwa
Menangispun hanya tersisa keluhan lirih
Dia kembali, mendekat padaku
Terlambat.
Jiwaku telah tiada
AW, September 27, 2007
gelincir licin tanah yang mengeras di Roche sur Foron
atau Paris pada suatu pagi
Aku rindu butiran salju saat pagi di jendelaku
Putih yang bersih, indah dan damai
Dan dia menatapku
Tangannya seperti akan merengkuhku
Hatiku beku
Seperti jemari yang kaku
saat jejak tertera di Carroussel du Louvre
Di hari yang mendung dan Eiffel tampak kelabu
Dan dia berjalan mendekatiku
Matanya seperti akan memelukku
Hatiku beku
Seperti angsa-angsa yang enggan terbang
Atau pohon yang tertidur tanpa daun di dahan
Menggigil tanpa selimut, berterpa angin
Aku kehilangan cara
Menatapnya kembali dengan cinta
Memaafkannya
Tanpa hendak tergelincir atau kembali tertikam
Aku kehilangan nyawa
Mimpiku berada di dekatnya telah paripurna
Aku kehilangan jiwa
Menangispun hanya tersisa keluhan lirih
Dia kembali, mendekat padaku
Terlambat.
Jiwaku telah tiada
AW, September 27, 2007
Selamat Pagi, Kekasihku!
Memahami hari
tubuhku mengisut
Mulai tak tampak meski aku berdiri di ujung jalan
Dia yang kukenal melintas tak lagi membagi sapa
Aku tak terlihat meski pagi masih benderang
Dan saat malam senyap bahkan teriakanku tak lagi terdengar
Bagaimana aku bisa berharap mereka menyapaku ‘selamat pagi’
Bila meski aku tampak ganjil pun
Tak ada yang bertanya kepadaku
"mengapa kamu berdiri di situ ?"
Merutuki hari
Mungkin tubuhku tak indah lagi
Atau nasib baik telah menepi
Lelah singgah di hati rapuh
Atau jiwa yang membusuk dengan sakit hati
Kupikir aku telah lupa bagaimana seharusnya aku tersenyum
Dan benarlah adanya, tubuhku mengisut
Dalam balutan massa jiwa yang mengerdil
Aku terpaku di sini
Memaki hari,
Mengapa mimpi-mimpi tak juga terpenuhi
Padahal aku cuma kangen kecupan ringan di pipi
tepukan hangat di bahu
dan ucapan
"selamat pagi kekasihku!"
(rasanya aku makin menua...)
AW, Wednesday, September 27, 2006
tubuhku mengisut
Mulai tak tampak meski aku berdiri di ujung jalan
Dia yang kukenal melintas tak lagi membagi sapa
Aku tak terlihat meski pagi masih benderang
Dan saat malam senyap bahkan teriakanku tak lagi terdengar
Bagaimana aku bisa berharap mereka menyapaku ‘selamat pagi’
Bila meski aku tampak ganjil pun
Tak ada yang bertanya kepadaku
"mengapa kamu berdiri di situ ?"
Merutuki hari
Mungkin tubuhku tak indah lagi
Atau nasib baik telah menepi
Lelah singgah di hati rapuh
Atau jiwa yang membusuk dengan sakit hati
Kupikir aku telah lupa bagaimana seharusnya aku tersenyum
Dan benarlah adanya, tubuhku mengisut
Dalam balutan massa jiwa yang mengerdil
Aku terpaku di sini
Memaki hari,
Mengapa mimpi-mimpi tak juga terpenuhi
Padahal aku cuma kangen kecupan ringan di pipi
tepukan hangat di bahu
dan ucapan
"selamat pagi kekasihku!"
(rasanya aku makin menua...)
AW, Wednesday, September 27, 2006
Priaku
Priaku
Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata
Dulu,
Sapa untukku lebih dari itu
Mentertawakan hari
Membalas pandang
Sesekali beradu kata
Dulu,
Kata-kata untukku lebih dari itu
Aku masih mengenang matanya yang penuh cinta
Tatapannya yang teduh
Dan rautnya yang menenangkan
Dulu,
Wajah teduh itu menatapku dengan penuh cinta
Aku mendengar kata-katanya
kupejamkan mata
Alunan yang sama, hanya hari ini tanpa cinta
Dulu,
Suara itu membuatku tersenyum bahagia
Bila boleh aku berhitung
Aku ingin menghitung hari-hari yang mungkin kulewatkan bersamanya
Bila boleh aku memohon
Aku akan memohonkan saat-saat sederhana bersamanya
Bila boleh aku mengucapkan harap
Aku berharap waktu membeku saat dia di hadapan
Bila ada keajaiban
Aku ingin cinta kembali hidup di genggaman
Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata
Dia di hadapan
Priaku tak lagi priaku
Dia menggenggam tanganku
Priaku tak lagi priaku
Bahkan waktu tak kunjung membeku
Priaku dulu, kini sahabatku*
*Ketukan jantungku masih seperti saat itu. Tahukah kamu?
AW, April 24, 2007
Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata
Dulu,
Sapa untukku lebih dari itu
Mentertawakan hari
Membalas pandang
Sesekali beradu kata
Dulu,
Kata-kata untukku lebih dari itu
Aku masih mengenang matanya yang penuh cinta
Tatapannya yang teduh
Dan rautnya yang menenangkan
Dulu,
Wajah teduh itu menatapku dengan penuh cinta
Aku mendengar kata-katanya
kupejamkan mata
Alunan yang sama, hanya hari ini tanpa cinta
Dulu,
Suara itu membuatku tersenyum bahagia
Bila boleh aku berhitung
Aku ingin menghitung hari-hari yang mungkin kulewatkan bersamanya
Bila boleh aku memohon
Aku akan memohonkan saat-saat sederhana bersamanya
Bila boleh aku mengucapkan harap
Aku berharap waktu membeku saat dia di hadapan
Bila ada keajaiban
Aku ingin cinta kembali hidup di genggaman
Memaku tatap
Merengkuh bahu mungilku
Mengucap salam
Aku memejamkan mata
Dia di hadapan
Priaku tak lagi priaku
Dia menggenggam tanganku
Priaku tak lagi priaku
Bahkan waktu tak kunjung membeku
Priaku dulu, kini sahabatku*
*Ketukan jantungku masih seperti saat itu. Tahukah kamu?
AW, April 24, 2007
Serupa Nir-warna
Sewarna kelabu
menemukan diri terkadang begitu melelahkan
Hari ini aku ingin bersandar
menjadi rapuh dan merepih
atau menangis saja perlahan-lahan
Sewarna ungu
aku tak ingin bangun dan merasa kecewa
melihat hari-hari yang kabur atau mencela
sekedar merasa terkurung, merana atau tiada
Hari ini aku ingin berbaring,
terus pejamkan mata atau memalingkan muka
Sewarna merah
aku ingin mengungkapkan marah
meliar atau membabi buta
mengucapkan segala yang terdesak, mendesak atau didesakkan
Hari ini aku ingin berteriak
terus berteriak sampai dadaku terasa lega
Sewarna kuning
aku ingin membara
menghidupkan hati yang hampir punah
hari ini aku ingin terbangun
membuka mata dalam rasa bahagia
Sewarna putih
aku ingin melapangkan dada
membakar habis gelisah dan kerinduan
menyingkirkan jauh-jauh perasaan lama
melupakan cinta, melupakan keinginan, melupakan perjuangan
atau melupakan hidup
dan putih, biarkan putih saja yang meraja
biar saat ini aku tak lagi bicara tentang hari, tenggat dan makna
biar saat ini aku tak mengenal keharusan, kewajiban atau harapan-harapan
biar saat ini aku hidup untuk aku
biar saat ini malam atau siang menjadi milikku
biar tak ada lagi tanya, sesal atau pujian
Biar aku menjadi aku
Putih saja, nir-warna
tanpa warna, mungkin hidupku lebih damai dari sebelumnya...
AW, April 24, 2007
menemukan diri terkadang begitu melelahkan
Hari ini aku ingin bersandar
menjadi rapuh dan merepih
atau menangis saja perlahan-lahan
Sewarna ungu
aku tak ingin bangun dan merasa kecewa
melihat hari-hari yang kabur atau mencela
sekedar merasa terkurung, merana atau tiada
Hari ini aku ingin berbaring,
terus pejamkan mata atau memalingkan muka
Sewarna merah
aku ingin mengungkapkan marah
meliar atau membabi buta
mengucapkan segala yang terdesak, mendesak atau didesakkan
Hari ini aku ingin berteriak
terus berteriak sampai dadaku terasa lega
Sewarna kuning
aku ingin membara
menghidupkan hati yang hampir punah
hari ini aku ingin terbangun
membuka mata dalam rasa bahagia
Sewarna putih
aku ingin melapangkan dada
membakar habis gelisah dan kerinduan
menyingkirkan jauh-jauh perasaan lama
melupakan cinta, melupakan keinginan, melupakan perjuangan
atau melupakan hidup
dan putih, biarkan putih saja yang meraja
biar saat ini aku tak lagi bicara tentang hari, tenggat dan makna
biar saat ini aku tak mengenal keharusan, kewajiban atau harapan-harapan
biar saat ini aku hidup untuk aku
biar saat ini malam atau siang menjadi milikku
biar tak ada lagi tanya, sesal atau pujian
Biar aku menjadi aku
Putih saja, nir-warna
tanpa warna, mungkin hidupku lebih damai dari sebelumnya...
AW, April 24, 2007
Selamat Pagi, Tuhan
Selamat pagi, Tuhan,
Aku merindukan kata-kata cinta,
keberadaan, dan kasih yang terejawantahkan
Bukan kata-kata yang terucap lewat telepon malam-malam
Atau pesan-pesan yang menjemukan,
ajakan kencan atau tatapan sayang
Aku merindukan yang bisa selalu ada
Saat aku butuh atau tak butuh
Saat aku terisak atau terdiam
Saat aku tertawa dan berbagi matahari yang cerah
Selamat pagi Tuhan,
Tampaknya aku benar-benar kesepian
Hari berlalu, Kau tak tampak namun selalu ada saat kurindukan
Mengisi hati saat kesepian
Saat mereka yang pernah mencintaiku melangkah, menjauh perlahan-lahan
Dan aku berdiri dalam senyap
Di situlah kutemukan keberadaan-Mu
Keabadian-Mu
Kesetiaan-Mu
Menemani malam-malam kelam
Seandainya aku bisa memelukmu Tuhan,
dengan tubuhku Kau akan kupeluk erat-erat
Kurebahkan kepala, kudamaikan hati,
kuhentikan Tanya yang tak pernah terjawab
Mengapa mereka yang berkata mencintaiku tak bernah datang saat aku sangat, sangat, sangat kesepian…
AW, November 29, 2007
Aku merindukan kata-kata cinta,
keberadaan, dan kasih yang terejawantahkan
Bukan kata-kata yang terucap lewat telepon malam-malam
Atau pesan-pesan yang menjemukan,
ajakan kencan atau tatapan sayang
Aku merindukan yang bisa selalu ada
Saat aku butuh atau tak butuh
Saat aku terisak atau terdiam
Saat aku tertawa dan berbagi matahari yang cerah
Selamat pagi Tuhan,
Tampaknya aku benar-benar kesepian
Hari berlalu, Kau tak tampak namun selalu ada saat kurindukan
Mengisi hati saat kesepian
Saat mereka yang pernah mencintaiku melangkah, menjauh perlahan-lahan
Dan aku berdiri dalam senyap
Di situlah kutemukan keberadaan-Mu
Keabadian-Mu
Kesetiaan-Mu
Menemani malam-malam kelam
Seandainya aku bisa memelukmu Tuhan,
dengan tubuhku Kau akan kupeluk erat-erat
Kurebahkan kepala, kudamaikan hati,
kuhentikan Tanya yang tak pernah terjawab
Mengapa mereka yang berkata mencintaiku tak bernah datang saat aku sangat, sangat, sangat kesepian…
AW, November 29, 2007
Indigo
Seandainya yang tersirat adalah apa yang akan dialami
dan kebijakan telah mencukupkan dirinya untuk menerima
terbukalah jiwa menghadapi segala
Saat aura biru memancar, berpendar di ruang-ruang hampa
bila nasib telah terkatakan dalam akal yang terbuka
bila bicara pun sanggup dilakukan sambil mengatupkan mata
Semesta telah jelas terlihat
tanpa harus bergerak dengan raga
Indigo,
saat keajaiban Maha Kuasa teranugerahkan,
hiduplah demi segala kebajikan!
AW, September 30, 2005
dan kebijakan telah mencukupkan dirinya untuk menerima
terbukalah jiwa menghadapi segala
Saat aura biru memancar, berpendar di ruang-ruang hampa
bila nasib telah terkatakan dalam akal yang terbuka
bila bicara pun sanggup dilakukan sambil mengatupkan mata
Semesta telah jelas terlihat
tanpa harus bergerak dengan raga
Indigo,
saat keajaiban Maha Kuasa teranugerahkan,
hiduplah demi segala kebajikan!
AW, September 30, 2005
Adhining Kanugrahan
Adhining Kanugrahan
Mencintaimu
adalah saat perasaan tulus tertemukan
gambar-gambar kita tersenyum di pelabuhan-pelabuhan
kini membuatku diam dan termenung
Kau tak lagi sedekat itu,
meski angan-angan bersamamu terus berjalan
mengikut, merunut
saat-saat ketiadaan jadi ada
bersama matahari yang terbit dan terbenam
Seperti hari yang berputar
yang ada pun kembali dalam tiada
tapi aku bahagia melihat kelebat kilasmu
dalam gemerlap
Dan matahari seperti menuntunmu ke langit
kini, kulihatmu di awan-awan
begitu putih, damai dan tak terengkuh
keindahan di atasku,
terlihat cuma saat aku tengadah
Hidupmu tak lagi setara di raihanku
bahkan sesederhana mengajakmu berlarian di rerumputan
tak lagi semudah saat kita bercinta di taman-taman kota
saat malam-malam musim gugur membekukan kita
Aku mencintaimu,
kuupayakan dengan cara yang berbeda
agar mimpi yang pernah nyata
tak membuatku merasa kehilangan saat kini aku terjaga
Biarlah api jadi api,
dan bara tetap hangat
tanpa harus menerangi
AW - Tuesday, September 27, 2005
Mencintaimu
adalah saat perasaan tulus tertemukan
gambar-gambar kita tersenyum di pelabuhan-pelabuhan
kini membuatku diam dan termenung
Kau tak lagi sedekat itu,
meski angan-angan bersamamu terus berjalan
mengikut, merunut
saat-saat ketiadaan jadi ada
bersama matahari yang terbit dan terbenam
Seperti hari yang berputar
yang ada pun kembali dalam tiada
tapi aku bahagia melihat kelebat kilasmu
dalam gemerlap
Dan matahari seperti menuntunmu ke langit
kini, kulihatmu di awan-awan
begitu putih, damai dan tak terengkuh
keindahan di atasku,
terlihat cuma saat aku tengadah
Hidupmu tak lagi setara di raihanku
bahkan sesederhana mengajakmu berlarian di rerumputan
tak lagi semudah saat kita bercinta di taman-taman kota
saat malam-malam musim gugur membekukan kita
Aku mencintaimu,
kuupayakan dengan cara yang berbeda
agar mimpi yang pernah nyata
tak membuatku merasa kehilangan saat kini aku terjaga
Biarlah api jadi api,
dan bara tetap hangat
tanpa harus menerangi
AW - Tuesday, September 27, 2005
Azzura
Tak pernah kaupengaruhi bumi
untuk sewarna denganmu
mawar putih tetap putih
meski kau merajai langit
memandangimu adalah imaji keleluasaan
damai yang menghembuskan awan putih melayang-layang
menaungi burung-burung yang melintas
untuk kehidupan
kau tak seangkuh wajah matahari
yang merubah wajah bumi
sekehendaknya, saat merah merekah
atau lembayung saat dia lelah
kau bertahan dalam keagungan
tanpa memaksakan
Azzura : kebebasan dalam damai!
AW - May 02, 2004
untuk sewarna denganmu
mawar putih tetap putih
meski kau merajai langit
memandangimu adalah imaji keleluasaan
damai yang menghembuskan awan putih melayang-layang
menaungi burung-burung yang melintas
untuk kehidupan
kau tak seangkuh wajah matahari
yang merubah wajah bumi
sekehendaknya, saat merah merekah
atau lembayung saat dia lelah
kau bertahan dalam keagungan
tanpa memaksakan
Azzura : kebebasan dalam damai!
AW - May 02, 2004
Sabar
Sabar.
waktu aku masih kecil,
ayahku selalu mengingatkan :
"sabar itu pikir"
Tulisan itu ditempel di meja belajarku
dan tiap malam saat aku pusing
atau ingin menyerah
tulisan itu terbaca tepat di depanku
Ya,
saat aku dimaki,
aku berusaha diam dan berpikir
dan orang-orang berpikir bahwa aku sabar
Ya,
saat aku ditinggalkan,
aku berusaha diam dan berpikir,
lalu menangis diam-diam
dan orang-orang berpikir aku sungguh sabar
Namun aku berpikir
sabar itu berat
dan rasa berat itu membuatku bisu
tak berucap meski manusia normal lain akan memaki
atau meratap keras-keras
Tapi aku merasa
sabar itu sungguh menyiksa
karena sesungguhnya amygdala tercipta
bukan hanya buat menerima perintah cortex
tapi juga menjalani fitrahnya
Ah,
sabar itu pikir
bahkan untuk bicara tentang ketidak-sabaran
aku harus menulis sepanjang ini...
AW-October 03, 2005
waktu aku masih kecil,
ayahku selalu mengingatkan :
"sabar itu pikir"
Tulisan itu ditempel di meja belajarku
dan tiap malam saat aku pusing
atau ingin menyerah
tulisan itu terbaca tepat di depanku
Ya,
saat aku dimaki,
aku berusaha diam dan berpikir
dan orang-orang berpikir bahwa aku sabar
Ya,
saat aku ditinggalkan,
aku berusaha diam dan berpikir,
lalu menangis diam-diam
dan orang-orang berpikir aku sungguh sabar
Namun aku berpikir
sabar itu berat
dan rasa berat itu membuatku bisu
tak berucap meski manusia normal lain akan memaki
atau meratap keras-keras
Tapi aku merasa
sabar itu sungguh menyiksa
karena sesungguhnya amygdala tercipta
bukan hanya buat menerima perintah cortex
tapi juga menjalani fitrahnya
Ah,
sabar itu pikir
bahkan untuk bicara tentang ketidak-sabaran
aku harus menulis sepanjang ini...
AW-October 03, 2005
Mengapa Wanita
Mengapa wanita dianugerahi tangan yang lembut,
sepasang buah dada,
sebuah rahim,
mulut yang kadang bicara lebih banyak dari laki-laki,
Mengapa wanita punya perasaan yang peka?
Wanita adalah cinta pertama semua manusia
dengan tangannya yang lembut,
dia memberikan kekuatan
mengalirkan bahasa cinta,
membelai, memeluk, menghangatkan
dengan tangannya yang lembut dia berkata pada bayi yang ada di buaian;
"Ibu mencintaimu, ibu akan selalu menjagamu"
Wanita adalah keindahan
seiring jantung yang berdetak-detak,
dari buah dada itu mengalir kehidupan
kesadaran akan keindahan rasa saat kulit yang hangat berdekapan,
bayi di pelukannya tumbuh dalam kehangatan
Wanita adalah ladang
menahan rasa sakit setiap bulan untuk belajar
benih-benih kehidupan ditanam, lalu tumbuh dalam rahim yang mungil
mendepakkan kaki-kakinya di dinding, atau berputar-putar,
kemudian dalam kompilasi seluruh sakit yang telah dipelajarinya,
wanita mengirim benih yang telah tumbuh itu
untuk hidup dan melihat bumi
Wanita adalah guru pertama semua manusia
kata-kata dan perbuatan terangkum dalam jiwa benih yang tumbuh di rahimnya
mulutnya adalah guru,
sekaligus pagar pelindung yang menjerit
menghentikan langkah-langkah kaki mungil yang berlari mendekat bahaya
Saat menumbuhkan manusia,
kata-katanya membangun pikir,
memberi makna tentang baik-buruk,
mengantarkannya dalam mimpi indah bersama dongeng yang dibaca sebelum terlelap
Wanita tahu saat bahaya mendekat
Wanita tahu saat belahan jiwanya menangis
Jiwa yang peka membuatnya tahu apa yang harus dilakukan
buat bertahan hidup dan memberi kehidupan...
Puisi lama yang tertemukan
ditulis di Champs sur Marne, France, 27 Februari 2006
sepasang buah dada,
sebuah rahim,
mulut yang kadang bicara lebih banyak dari laki-laki,
Mengapa wanita punya perasaan yang peka?
Wanita adalah cinta pertama semua manusia
dengan tangannya yang lembut,
dia memberikan kekuatan
mengalirkan bahasa cinta,
membelai, memeluk, menghangatkan
dengan tangannya yang lembut dia berkata pada bayi yang ada di buaian;
"Ibu mencintaimu, ibu akan selalu menjagamu"
Wanita adalah keindahan
seiring jantung yang berdetak-detak,
dari buah dada itu mengalir kehidupan
kesadaran akan keindahan rasa saat kulit yang hangat berdekapan,
bayi di pelukannya tumbuh dalam kehangatan
Wanita adalah ladang
menahan rasa sakit setiap bulan untuk belajar
benih-benih kehidupan ditanam, lalu tumbuh dalam rahim yang mungil
mendepakkan kaki-kakinya di dinding, atau berputar-putar,
kemudian dalam kompilasi seluruh sakit yang telah dipelajarinya,
wanita mengirim benih yang telah tumbuh itu
untuk hidup dan melihat bumi
Wanita adalah guru pertama semua manusia
kata-kata dan perbuatan terangkum dalam jiwa benih yang tumbuh di rahimnya
mulutnya adalah guru,
sekaligus pagar pelindung yang menjerit
menghentikan langkah-langkah kaki mungil yang berlari mendekat bahaya
Saat menumbuhkan manusia,
kata-katanya membangun pikir,
memberi makna tentang baik-buruk,
mengantarkannya dalam mimpi indah bersama dongeng yang dibaca sebelum terlelap
Wanita tahu saat bahaya mendekat
Wanita tahu saat belahan jiwanya menangis
Jiwa yang peka membuatnya tahu apa yang harus dilakukan
buat bertahan hidup dan memberi kehidupan...
Puisi lama yang tertemukan
ditulis di Champs sur Marne, France, 27 Februari 2006
Subscribe to:
Posts (Atom)